FAKTA JATENG

Loading

Ketahanan Antimikroba: Ancaman Tersembunyi di Balik Penyakit Tular yang Makin Sulit Diobati di Malang

Ketahanan Antimikroba: Ancaman Tersembunyi di Balik Penyakit Tular yang Makin Sulit Diobati di Malang

Penyakit infeksi adalah ancaman kesehatan yang terus-menerus. Namun, di balik tantangan yang sudah ada, muncul bayangan menakutkan yang disebut “Ketahanan Antimikroba” (AMR – Antimicrobial Resistance). Fenomena ini, di mana mikroorganisme penyebab penyakit seperti bakteri, virus, jamur, atau parasit menjadi kebal terhadap obat-obatan yang dirancang untuk membunuh atau menghambat pertumbuhannya, adalah ancaman tersembunyi yang membuat penyakit tular makin sulit diobati, termasuk di kota Malang.

AMR bukan lagi ancaman di masa depan, melainkan realitas yang sedang terjadi. Ketika bakteri atau mikroorganisme lain menjadi resisten terhadap antibiotik atau antimikroba lainnya, infeksi yang dulunya mudah disembuhkan bisa menjadi sangat berbahaya, bahkan fatal. Di Malang, dengan kepadatan penduduk, mobilitas tinggi, dan keberadaan fasilitas kesehatan serta sektor peternakan yang berkembang, risiko penyebaran AMR menjadi sangat relevan. Penelitian dan laporan di Malang menunjukkan adanya kesadaran dan upaya penanganan AMR, misalnya melalui Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) di beberapa rumah sakit besar.

Penyebab utama munculnya AMR adalah penggunaan antimikroba yang tidak tepat dan berlebihan. Ini bisa terjadi karena:

  1. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional: Pasien mengonsumsi antibiotik tanpa resep, tidak menghabiskan dosis yang diresepkan, atau menggunakannya untuk infeksi virus (yang tidak mempan diobati antibiotik).
  2. Praktik di fasilitas kesehatan: Resep yang tidak tepat, kurangnya kebersihan tangan, dan penyebaran infeksi di rumah sakit.
  3. Penggunaan di sektor peternakan: Penggunaan antibiotik pada hewan ternak untuk memacu pertumbuhan atau pencegahan penyakit, yang residunya bisa menyebar ke lingkungan dan rantai makanan. Studi di Malang bahkan menyoroti resistensi bakteri dari ikan.
  4. Kurangnya sanitasi: Kondisi sanitasi yang buruk mempercepat penyebaran mikroorganisme resisten.

Dampak dari “Ketahanan Antimikroba” sangat merugikan. Pasien akan memerlukan perawatan yang lebih lama, obat-obatan yang lebih mahal dan mungkin lebih toksik, serta peningkatan risiko komplikasi dan kematian. Bayangkan jika infeksi sederhana seperti radang tenggorokan atau infeksi saluran kemih tidak lagi bisa diobati dengan antibiotik standar. Ini akan membawa kita kembali ke era pra-antibiotik, di mana penyakit-penyakit tersebut sangat mematikan.